• Artikel

  • Halaman

  • Statistik Blog

    • 6.203 hits

SIAPAKAH SAMIRI? Bagian Satu

Allohummashalli ‘Alaa Muhammad wa Ahlil Baitihi

Bismillahi Rohmanirrohim

Segala puji bagi Allah, pemilik alam semesta, yang tiada berawal dan tiada berakhir, Salam shalawat serta sejahtera kepada Nabi Muhammad Saw beserta keluarganya dan tempatkanlah mereka di tempat yang terbaik di sisi-Mu.

Samiri, sebuah nama yang sudah tidak asing lagi bagi umat islam. Sosok Samiri terkenal dengan kisah patung sapi atau lembu emasnya, dan terkenal juga sebagai sosok yang melanggar amanah Nabi Musa as serta Harun as. Selama ini umat islam menyangka bahwa sosok Samiri adalah sebuah nama individu, bahkan ada yang berkata berasal dari bangsa samaria. Hal ini tidak sesuai dengan fakta sejarah yang ada, yakni bahwa Nabi Musa as dan Harun as di utus semata-mata khusus untuk membimbing dan memimpin Bani Israil saja. Terlebih lagi, ada pula yang menafsirkan Samiri berasal dari salah satu suku bani israil yaitu suku as-samariyah.

Sedangkan dalam kenyataannya tidak ada nama suku tersebut dari 12 nama suku bani israil yang namanya diambil dari 12 orang nama putra-putra Nabi Yaqub as. Adapun  nama ke 12 putra Nabi Yaqub as antara lain sebagai berikut ini :

  1. Ruben
  2. Simeon/Syam’un
  3. Lewi/Lawi/Levi
  4. Yehuda
  5. Isakhar
  6. Zebulon
  7. Yusuf/Yoseph
  8. Benyamin/Bunyamin
  9. Dan
  10. Naftali
  11. Gad
  12. Asyer

Samiri sebenarnya berasal dari bahasa arab, dari kata as-samar yang berarti samar-samar atau berbicara samar-samar atau dengan bahasa mudahnya adalah berbicara dengan berbisik. Logisnya, seseorang yang sedang berbicara baik secara tersembunyi atau terang-terangan, maka harus ada lawan bicaranya, tidak mungkin seseorang  berbicara tanpa ada lawan bicaranya kecuali bagi yang terganggu kejiwaannya.

Hal ini membuktikan bahwa Samiri yang tercantum dalam Al-Quran bukanlah nama dari satu individu atau satu orang saja, melainkan nama dari suatu kelompok yang terdiri atas beberapa individu yang memeliki kepentingan tertentu.

Di  kisahkan dalam Al-Quran bahwa sebelum Nabi Musa as menghadap Allah Swt di gunung Sinai, Nabi Musa as mengangkat Nabi Harun as sebagai penggantinya dan sebagai Imam bangsa israil di hadapan seluruh bani israil, Nabi Harun as menjabat sebagai Imam setelah sebelumnya menjabat sebagai Nabi. Lalu Nabi Musa as pun pergi menghadap Allah Swt untuk menerima segala perintah-Nya yang terkumpul dalam loh-loh yang kini kita kenal sebagai Torah atau Taurat.

Allah Swt berfirman dalam Al-Quran :

…………..Dan berkata Musa kepada saudaranya, yaitu Harun : “Gantikanlah aku dalam memimpin kaumku, dan perbaikilah, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan orang yang membuat kerusakan.” (Al-Ara’af 142)

Berkata Musa : “Ya Tuhanku, lapangkanlah untukku dadaku, dan mudahkanlah untukku urusanku, dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku, supaya mereka mengerti perkataanku, dan jadikanlah untukku seorang pembantu dari keluargaku, yaitu Harun saudaraku, teguhkanlah dia dengan kekuatan, dan jadikanlah dia sekutu dalama urusanku, supaya kami banyak bertasbih kepada Engkau, dan banyak mengingat Engkau. Sesungguhnya Engkau adalah Maha Mengetahui keadaan kami.” Allah berfirman : “Sesungguhnya telah diperkenankan permintaanmu, hai Musa.” (Thohaa 25-36)

Dan saudaraku Harun dia lebih fasih lidahnya daripadaku, maka utuslah dia bersamaku sebagai pembantuku untuk membenarkan perkataanku; sesungguhnya aku khawatir mereka akan mendustakan.” (Qoshosh 34-35)

Allah berfirman : “Kami akan membantumu dengan saudaramu, dan Kamu berikan kepadamu berdua kekuasaan yang besar, maka mereka tidak dapat mencapaimu; berangkatlah kamu berdua dengan membawa mu’zizat Kami, kamu berdua dan orang yang mengikuti kamulah yang menang”

Dalam Alkitab Perjanjian Lama menerangkan sebagai berikut ini :

Kau kenakanlah pakaian yang kudus kepada Harun, kau urapi dan kau kuduskanlah dia supaya ia memegang jabatan imam bagi-Ku. Maka semuanya itu haruslah kau kenakan kepada abangmu Harun bersama-sama dengan anak-anaknya, kemudian engkau harus mengurapi, mentahbiskan dan menguduskan mereka, se­hingga mereka dapat memegang jabatan imam bagi-Ku. (Keluaran 28:41)

Suruhlah suku Lewi mendekat dan menghadap imam Harun, supaya mereka melayani dia. (Bilangan 3:6)

Katakanlah kepada orang Israel dan suruhlah mereka mem­be­rikan kepadamu satu tongkat untuk setiap suku. Semua pemimpin mereka harus memberikannya, suku demi suku, seluruhnya dua belas tongkat. Lalu tuliskanlah nama setiap pemimpin pada tongkatnya. (Bilangan 17:2)

Setelah Musa berbicara kepada orang Israel, maka semua pe­mimpin mereka memberikan kepadanya satu tongkat dari setiap pemimpin, menurut suku-suku mereka, dua belas tongkat, dan tongkat Harun ada di antara tongkat-tongkat itu. (Bilangan 17:6)

Entah kebetulan atau tidak, atau hal ini memang salah satu persamaan aspek kenabian Nabi Musa as dengan Nabi Muhammad Saw yang telah dinubuatkan dalam Alkitab, bahwa Nabi Muhammad Saw pun mengangkat saudaranya yakni Imam ‘Ali bin Abu Tholib as sebagai pengganti dan Imam pertama bagu umatnya pada peristiwa Ghadir Khum yaitu pada saat haji wada.

Apa yang diumumkan Nabi Muhammad Saw di hadapan seluruh umatnya pada hari itu kini terkenal dengan nama hadits Tsaqalain, derajat hadits ini mencapai tingkatan mutawatir karena diriwayatkan oleh lebih dari 120 sahabat. Berikut kisahnya :

Pada saat Nabi Muhammad Saw berada di Ghadir Khum, maka turunlah Surat Al-Maidah 67

Wahai Rasul, sampaikan  apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. Jika kamu tidak menyampaikannya, maka berarti kamu tidak menyampaikan risalah-risalah-Nya“. (Al-Maidah 67)

Setelah mendapatkan wahyu tersebut, Nabi Muhammad Saw kemudian bersabda :

“Sesungguhnya telah aku tinggalkan dua pusaka berharga untuk kalian; Kitab Allah dan Itrah; Ahlul Baitku. Selama berpegang pada keduanya, kalian tidak akan tersesat selama-lamanya. Dan keduanya tidak akan terpisah hingga menjumpaiku di telaga (kelak pada Hari Kiamat).”

Siapa yang menganggap aku sebagai maula (pemimpin) nya, maka inilah Ali maula-nya”.

Referensi Ahlulsunnah : Suyuthi, dalam tafsir “Durr Al-Mantsur”. Ar-Razi, dalam “Tafsir Ar-Razi”. Sanad : Zaid bin Arqam, Abu Sa’id Al-Khudri, Ibnu Abbas, Jabir bin Abdullah, dll. Ibn Abdul Birr, dalam “Al-Isti’ab”, jilid 3, hal. 203. Musnad Ahmad, jilid 4, hal. 281. Syaikh Manshur, dalam “At-Taj”, jilid 3, hal. 296. Ibn Katsir, dalam “Al-Bidayah Wan Nihayah”, juz 5, hal. 184-188. Sunan Tirmidzi, hadits no. 3713. Muttaqi Al-Hindi, dalam “Kanzul Ummal”, jilid 13, hadits no. 36340

Setelah menyampaikan amanatnya, lalu turunlah surat Al-Maidah ayat 3, yang isinya sebagai berikut :

“Pada hari ini telah Aku sempurnakan untuk kalian agama kalian, dan Aku sempurnakan nikmat-Ku atas kalian dan Aku ridho Islam sebagai agama kalian”

Hal ini membuktikan bahwa sempurnanya agama islam bukanlah karena ibadat Haji tersebut sebagaimana yang ditafsirkan beberapa orang, sedangkan faktanya sebelum kedatangan islam pun umat yahudi dan kaum musyrik Mekah sering berumrah dan beribadah Haji karena sudah menjadi bagian syariat agama dan kebudayaan mereka yang berasal dari moyang yang sama, yaitu Nabi Ibrohim as. Justru dengan urutan turunnya Al-maidah 67, lalu ucapan Nabi Saw dan ditutup dengan turunnya Al-Maidah 3, membuktikan sempurnanya Islam dengan pengangkatan Imam ‘Ali as sebagai Imam pertama dan pengganti Nabi Muhammad Saw jika beliau Saw sudah wafat.

Hal ini juga merupakan salah satu persamaan aspek kenabian antara Nabi Muhammad Saw dengan Nabi Musa as, yaitu mengangkat salah satu saudaranya sebagai Imam dan penggantinya.

Syaikh Mannshur mengutip pernyataan Imam Syafi’i ra sebagai berikut terkait masalah hadits tersebut :

Rasul menginginkan kepemimpinan Islam dengan pengangkatan Ali tersebut, sebagaimana firman Allah : ‘Dan Allah adalah pemimpin kaum mu’min, sementara kaum kafir tidak ada pemimpin bagi mereka’ [Q.S. Muhammad 11]”. (Syaikh Manshur, dalam “At-Taj”, jilid 3, hal. 296)

Abu Bakr ra dan Umar bin Khottob ra pun termasuk yang memberikan selamat kepada Imam ‘Ali as pada peristiwa Ghodir Khum tersebut. Umar  ra berkata :

Selamat untukmu wahai putera Abi Tholib. Kini engkau adalah pemimpinku dan pemimpin kaum mukmin dan mukminat”.

Referensi Ahlulsunnah : Ar-Rozi, dalam tafsir “Ar-Rozi”, pada Q.S. Al-Maidah 67. Muttaqi Al-Hindi, dalam “Kanzul Ummal”, jilid 13, hadits no. 36420. Musnad Ahmad, jilid 4, hal. 281. Ibn Katsir, dalam “Al-Bidayah Wan Nihayah”, jilid 3,  juz 5, hal. 185. Ibn Taimiyyah, dalam “Fadhlu Ahlil Bait Wa Huququhum”, hal. 88, 90-91)

jika kita sambungkan dengan konsep Imamah terutama dengan hadits Nabi Muhammad Saw yang mengatakan :

“Tidak sukakah wahai engkau ‘Ali? Bahwa kedudukanmu disisiku bagaikan Harun disisi Musa?”

“Engkau (hai Ali) di sisiku bagaikan kedudukan Harun di sisi Musa, hanya saja tiada Nabi setelahku.””

Maka dapat diambil suatu kesimpulan bahwa kedudukan Imam ‘Ali sama seperti kedudukan Nabi Harun as disisi Nabi Musa as. Dan sejarah pun membuktikan baik dalam Al-Quran maupun dalam Al-Kitab bahwa Nabi Harun as di angkat menjadi Imam bagi bangsa Israil setelah ia menjabat sebagai Nabi.

Lalu apa hanya itu saja, apa tidak ada bukti-bukti kesamaan aspek kenabian yang lain? Ternyata Nabi Musa as pun pernah bersabda dalam Alkitab Ulangan 18:15 yang berbunyi sebagai berikut :

“Seorang nabi dari tengah-tengahmu, dari antara saudara-saudaramu, sama seperti aku, akan dibangkitkan bagimu oleh TUHAN, Allahmu; dialah yang harus kamu dengarkan.”

Kemudian dalam Ulangan 18:18 gantian Allah Swt yang berfirman :

“seorang nabi akan Kubangkitkan bagi mereka dari antara saudara mereka, seperti engkau ini; Aku akan menaruh firman-Ku dalam mulutnya, dan ia akan mengatakan kepada mereka segala yang Kuperintahkan kepadanya.”

Dari hadits Nabi Muhammad Saw, terutama dari keterangan dalam Alkitab Perjanjian Lama tersebut membuktikan bahwa akan datang seorang Nabi yang akan dibangkitkan oleh Allah untuk menyelamatkan bani israil dengan criteria memiliki kesamaan dengan Nabi Musa as.

Tentu saja kesamaan yang dimaksud bukan dari segi fisik atau kehidupan sehari-harinya, karena tidaklah mungkin ada copy-paste manusia yang benar-benar sama 100%, bahkan seseorang yang kembar pun masih memiliki perbedaan. Sedangkan yang dimaksud akan sama seperti Nabi Musa as yakni dalam segi aspek kenabiannya.

Adapun aspek kenabian Nabi Musa as itu antara lain sebagai berikut :

  1. Nabi, Rosul dan Imam bagi umatnya
  2. Kodefikasi kitab suci Taurat  yang telah selesai selama Nabi Musa as masih hidup
  3. Adanya perintah bermigrasi / hijrah beserta umatnya dari penindasan Fir’aun
  4. Menghadap Allah Swt secara langsung di gunung Sinai untuk menerima perintah-Nya
  5. Mengangkat seorang hamba sahaya nya menjadi panglima militer sebelum wafatnya Nabi Musa as
  6. Memiliki saudara yang di angkat menjadi pembantu, pengganti dan Imam pertama bagi umatnya
  7. Memiliki 12 Imam yang berasal dari keluarganya, yakni 12 Imam suku Lewi yang dimana salah satunya menjadi Imam besar diantara yang lainnya
  8. Penggantinya dan keturunannya disucikan untuk menjadi Imam besar bani israil
  9. Kepemimpinan penggantinya di khianati oleh sebagian umatnya.

Aspek kenabian Nabi Muhammad Saw :

  1. Nabi, Rasul, Imam dan tuan para Nabi / Nabi penutup bagi alam semesta
  2. Kodefikasi Al-Quran yang telah selesai diturunkan selagi beliau Saw masih hidup
  3. Adanya perintah bermigrasi / Hijrah beserta umatnya dari kaum musryikin Mekah
  4. Menghadap Allah Swt secara langsung pada peristiwa Isra Mi’raj untuk menerima perintah-Nya
  5. Mengangkat mantan hamba sahayanya sebagai panglima militer sebelum wafatnya
  6. Mengangkat seorang anggota keluarganya menjadi pengganti dan Imam pertama bagi umatnya
  7. Memiliki 12 imam yang berasal dari keturunannya
  8. Penggantinya dan keturunnannya disucikan untuk menjadi Imam besar
  9. Kepemimpinan penggantinya di khianati oleh sebagian umatnya.

Jika kita bandingkan dengan aspek kenabian Isa (Yesus) as, maka akan ditemukan perbedaan sebagai berikut :

  1. Nabi, Rosul dan Imam bagi umatnya
  2. Kodefikasi Injil yang belum selesai diturunkan hingga wafatnya
  3. Tidak ada perintah bermigrasi / hijrah dari penguasa bersama sebagian besar umatnya
  4. Tidak pernah menghadap Tuhan secara langsung untuk menerima perintah-Nya
  5. Tidak memiliki hamba sahaya yang diangkat menjadi panglima militer
  6. Tidak memiliki keluarga yang diangkat menjadi pengganti serta Imam pertama bagi umatnya
  7. Tidak memiliki 12 imam dari keluarganya, hanya memiliki 12 Imam yang bersal dari suku-suku yang berbeda. Setiap satu dari mereka dipersiapkan menjadi Imam bagi sukunya masing-masing, dalam Alkitab terkenal dengan nama 12 Apostle, sedang dalam Al-Quran terkenal dengan nama Al-Hawariyyin.
  8. Tidak memiliki pengganti atau keturunan yang disucikan untuk menjadi Imam
  9. Tidak memiliki saudara yang diangkat menjadi pemimpin kemudian kepemimpinan saudaranya dikhianati

Memang banyak umat islam (yang fanatic) melarang membaca Alkitab, bahkan sampai ada yang memfatwakan menyentuhnya pun sudah dianggap keluar dari Islam (murtad). Namun menurut hemat saya, hal itu justru semakin memperbodoh umat islam itu sendiri. Mereka jadi enggan membaca dan menuntut ilmu sehingga pengetahuan mereka akan agama hanya terbatas pada masalah halal dan haram, kafir dan muslim.  Hal, itu adalah hasil dari pemikiran yang fanatic buta yang mempelajari agama hanya sebatas kulit luarnya saja. Padahal Allah Swt sudah memerintahkan manusia untuk membaca dalam surat Al-Iqra. Bahkan Allah pun menganjurkan umat muslim untuk mempelajari Alkitab, Allah Swt berfiman :

Maka bertanyalah kalian pada Ahlul Kitab jika kalian tidak mengetahui(QS 21:7, 16:43)

Hal ini bukan sekedar anjuran, atau hiasan belaka. Hal ini dianjurkan agar kita tahu apa yang tidak dijelaskan dalam Alquran secara gamblang. Sebab Al-Quran memang hanya di menjelaskan secara garis besar saja. Allah Swt berfirman dalam surat Al-Kahfi 109 :

Katakanlah: Sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku, sungguh habislah lautan itu sebelum habis (ditulis) kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula).

Bahkan Allah pun berfirman bahwa hanya sebagian dari isi Alkitab yang telah diubah oleh pena penulis palsu, sisanya Ia Swt selamatkan sebagai petunjuk untuk umat berikutnya. Allah Swt berfirman dalam Al-Baqarah 41

Dan berimanlah kamu kepada apa yang telah Aku turunkan (Al Qur’an) yang membenarkan apa yang ada padamu (Taurat), dan janganlah kamu menjadi orang yang pertama kafir kepadanya, dan janganlah kamu menukarkan ayat-ayat-Ku dengan harga yang rendah, dan hanya kepada Akulah kamu harus bertakwa”.

Dari penjelasan ayat tersebut, bahwa ilmu Allah tak akan cukup jika ditulis dalam satu kitab saja, dan tugas kita mencari sisanya tentu saja dengan panduan dan arahan orang-orang yang telah disucikan, yang menunaikan zakat ketika ruku, ahli dzikir, yang di ibaratkan sebagai gerbangnya ilmu. Elain bersarkan surat Al-Baqarah ayat 41 di atas juga membuktikan bahwa umat islam juga harus mengimani Alkitab namun harus pandai memilah dan memilih mana keterangan dalam Alkitab yang sudah menyimpang dan mana ayat yang memiliki kesamaan dengan Al-Quran, maka ambillah yang sama ayatnya lalu imani dengan ahti dan renungkan dengan logika.

Dari penjelasan persamaan aspek kenabian Musa as serta Nabi Muhammad Saw di atas, mengenai masalah samiri, maka saya akan menjabarkan poin ke 9 saja, yakni dikhianati kepemimpinan saudaranya Nabi Musa as dan Nabi Muhammad Saw.

Insya Allah pada bagian selanjutnya…..